You are currently browsing the category archive for the ‘Bukhori Abu A. Yusuf’ category.

Mourad Benchellali tinggal di Venissieux, kawasan tepi kota Lyon, Prancis. Pemuda keturunan Aljazair ini bukanlah seorang Islamis fanatik. Saat terjadi peristiwa 11/9-bersamaan dengan kunjungan liburannya ke Afghanistan-ia ditangkap dan dituduh terlibat terorisme Al-Qaeda. Dan, penjara Guantanamo pun jadi tempat mukimnya selama 46 bulan. Uniknya, di Guantanamolah Mourad pertama kali serius mengaji al-Quran. Sebelum itu, juga saat ini, tak pernah terpikir di benaknya sikap anti-Amerika.

pustaka-muslim-guantanamo-wtc.jpg

Journey to Hell: Memoar Duka Mantan Penghuni Guantanamo

Penulis: Mourad Benchellali
Judul Asli dlm Bhs. Prancis: Voyage vers l’enfer
Diterjemah dari Bhs. Inggris: Journey to Hell
Penerbit: Alvabet
Penerjemah: Nisa Nurul Aziemi
Editor: Aisyah
Halaman: 312 hlm
Harga toko: Rp 39.000,- (HARGA INIBUKU Rp 33.150.- klik sini)

“Kisah yang sangat menegangkan dan mencengangkan, juga sangat menarik dan menyentuh hati.” -A Modern Day Midnight Express.

“Ketika membaca kisah ini, masyarakat bisa memutuskan penilaian mereka atas penjara Guantanamo-bagaimana sistemnya bekerja, realitas proteksi yang diberikan kepada Amerika, dan cara-cara mengorek kebenaran dari para tawanan….”-Mourad Benchellali

Terkadang, satu kesalahan… dapat membawamu ke neraka.
Dan kemudian, kamu harus mencari jalan untuk kembali pulang.

Ketika peristiwa 11/9 meletus, Mourad berada beberapa mil dari perbatasan Afghanistan. Bersamaan dengan bom-bom yang digelontorkan tentara Amerika serta pergerakan tentara Aliansi Utara (Northern Alliance) menyerang Taliban, ia turut melarikan diri menuju kawasan pegunungan Hindu Kush. “Aku tak pernah melakukan kejahatan,” ujarnya meyakinkan diri. “Aku tak pernah membawa senjata dan tak memerangi siapa pun.”

Setelah berhasil keluar dari Afghanistan, di sebuah masjid di Pakistan, Mourad ditangkap angkatan bersenjata Pakistan, kemudian diserahkan kepada tentara Amerika. Mulanya ditawan di Kandahar, lalu dijebloskan ke penjara Guantanamo tanpa proses pengadilan. Tak pelak, ia pun dihadapkan pada interogasi tiada henti, juga siksaan fisik dan tekanan batin yang tak terperi: diikat dengan rantai besi, ditelanjangi, dilecehkan, dihina, diludahi, dibentak, atau dipukuli para tentara semaunya.

Di penjara Guantanamo, para interogator seperti hidup dalam atmosfer frustrasi: telah tertanam di benak mereka bahwa semua informasi yang keluar dari mulut tawanan derajat kebenarannya berada di titik nol persen. Bisa dibayangkan betapa mengerikan jika mereka berusaha melampiaskan rasa frustrasi itu kepada tawanan. Mereka memang tak punya banyak cara untuk menenangkan diri. Dan, tawananlah satu-satunya hiburan paling menyenangkan.

Inside the Kingdom: Kisah Hidupku di Arab Saudi

Penulis: Carmen Bin Ladin
Penerbit: Alvabet
Halaman: 288 hlm
Harga toko: Rp 39.000,- (HARGA INIBUKU Rp 33.150,- klik sini)

“Mengungkap rahasia paling pribadi dari klan yang sangat berpengaruh di Arab Saudi.” –VSD

“Membawa kita ke tengah kalangan penguasa Arab Saudi dan klan Bin Laden… Ia lari dari klannya, berjuang menyelamatkan anak-anaknya, mengutuk Osama secara publik dan mengkritik Arab Saudi: sebuah langkah yang sangat berani
— Le Figaro

Begitu mendengar menara WTC diserang pada 11 September 2001, naluri Carmen bin Ladin berbisik: ipar laki-lakinya berada di balik peristiwa itu. Ia merasa, sejak itu hidupnya akan berbeda …

Carmen, keturunan Swiss dan Persia, menikahi seorang Bin Laden pada 1974. Ia masih amat belia dan dimabuk cinta. Perempuan Eropa yang mandiri ini pun masuk ke sebuah klan yang amat ruwet dan suatu budaya yang tak pernah ia kenal. Di Arab Saudi ia dilarang meninggalkan rumah tanpa menutup tubuhnya dari kepala hingga ujung kaki.

Suaminya bisa menceraikannya kapan saja dan mengambil anak-anaknya dari sisinya untuk selama-lamanya. Hak-haknya dibatasi ketat. Ia bahkan tak boleh menyeberang jalan tanpa didampingi seorang wanita tua yang berfungsi sebagai pengawasnya. Kini ia memaparkan perjalanan hidupnya secara gamblang, mengungkapkan perjuangannya dan menyibak tabir yang menutup sebuah negara yang sangat kuat dan represif.

Carmen menggambarkan hubungan keluarga Bin Laden dan keluarga kerajaan Saudi, dan mengenalkan kita pada hubungan patriarkal keluarga Bin Laden yang amat loyal, termasuk Osama.

“Menampilkan perjuangan melawan…penindasan dan fanatisme yang mendominasi kehidupan masyarakat Arab Saudi. Kesimpulannya sangat berani: “Orang Saudi adalah cerminan kaum Taliban yang hidup dalam kemewahan.”
–New York Times

“Catatan kehidupan perkawinan (Carmen bin Ladin) selama sembilan tahun di sebuah komunitas yang berpegang teguh pada norma-norma agama, dan yang didominasi oleh kaum pria, yang membuat para wanita seperti binatang peliharaan.”
–International Herald Tribune